CONTOH PROPOSAL SKRIPSI SASTRA INDONESIA (diambil dari suatu skripsi yang lupa entah siapa)



PROPOSAL
KRITIK SOSIAL DALAM KUMPULAN PUISI AKU INGIN JADI PELURU KARYA WIJI THUKUL (Kajian Resepsi Sastra)


th.jpg



Oleh:
ZURA WENDA
NPM 11080334


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI ILMU PENDIDIKAN DAN KEGURUAN (STKIP) PGRI SUMBAR
PADANG
2015



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Karya  sastra  memiliki  peran  yang  penting  dalam  masyarakat karena  karya  sastra  merupakan refleksi atau cerminan  kondisi sosial masyarakat  yang  tejadi di dunia  sehingga  karya itu menggugah perasaan orang untuk berpikir tentang kehidupan. Masalah sosial dan kejadian yang dialami, dirasakan dan dilihat oleh pengarang kemudian melahirkan ide atau gagasan yang dituangkan dalam karyanya. Diantara genre besar sastra Indonesia yaitu novel,  puisi dan drama, yang memuat pokok apresiatif kesusastraan khususnya dalam prinsip otonomi sastra yang kompleks adalah puisi, sebab puisi merupakan lukisan kata-kata tertentu  yang menghasilkan dunianya yang baru, yakni dunia teks.
Puisi sebagai salah satu media ekspresi manusia pada masa kejayaan Soeharto (kurun  waktu 1965-1998) termasuk dalam kategori mati. Peneliti dapat memperlihatkan contoh-contohnya dengan cara melihat konteks permasalahan dalam kurun waktu tersebut, sesuai dengan kajian dalam penelitian ini. Akibat adanya benturan keras antara realitas masyarakat bentukan penguasa dengan sekelompok penyair atau seniman yang mencoba menyuarakan  kebenaran yang seharusnya dimiliki oleh masyarakat. Tekanan yang sangat kuat dari pihak  penguasa yaitu melarang pembongkaran kebohongan dan penindasan dalam bentuk apapun  justru dimanfaatkan oleh sekelompok penyair untuk menyuarakan gagasannya tentang hak  dan kewajiban. Media yang dimanfaatkan oleh sekelompok penyair salah satunya adalah  puisi. Seni berbahasa ini sangat memungkinkan bagi penyair untuk membentuk kesadaran  hidup dan kesadaran tentang hak asasi manusia. Herman J Waluyo (dalam Sudiro Satoto dan Zainudin Fananie, 2000: 271-284) menyatakan ada tiga penyair protes di masa Orde Baru yaitu W.S. Rendra, Wiji Thukul dan Sapardi Djoko Damono. Jika W. S Rendra dan Sapardi  Djoko Damono seorang priyayi dan bangsawan, Wiji Thukul adalah penyair rakyat jelata  baik asal usul orang tuanya maupun kehidupan pribadinya.
Puisi protes yang tertuang dalam baris-baris sajak, pada dasarnya merupakan  ungkapan kejujuran, ketulusan dan sesuatu yang apa adanya, terlebih lagi hal tersebut merupakan sesuatu yang dirasakan penyair untuk menyatakan  ketidaksetujuannya terhadap  proses penundukan masyarakat terhadap penguasa. Ungkapan tersebut pernah dilakukan oleh Wiji Thukul dalam mengekspresikan perasaannya, tidak hanya menyuarakan kesengsaraan  rakyat jelata, tetapi juga membangkitkan semangat untuk melawan ketidakadilan itu. Sajak-sajaknya tidak ditujukan untuk penguasa saja, tetapi juga sebagai jalan keluar bagi orang-orang yang tertindas. Wiji Thukul membawa perubahan baru dalam konsep penciptaan puisi Indonesia mutakhir, yakni penyair yang menggambarkan kontradiksi yang aneh, absurd, janggal dan membingungkan antara golongan kaya dan miskin, rakyat jelata, saling  menindas yang menjadi biasa di bumi Indonesia. Kebaruan yang ditawarkan Wiji Thukul di  sini adalah visinya pada nasib kemanusiaan dan pantas dicatat dalam sejarah sastra Indonesia modern sebagai seorang penyair kerakyatan yang kembali mendudukkan fungsi sastra pada  tempatnya, yakni sebagai sarana memperjuangkan cita-cita dan visi kemanusiaan. Puisi-puisinya merupakan monumen yang mengusik ingatan kita akan sebuah masa silam yang  kelam dan akibatnya masih kita rasakan hingga kini. Sebuah rezim yang membawa banyak  penderitaan fisik dan luka batin;  tidak saja bagi Wiji Thukul melainkan juga bagi bangsa  Indonesia.
Dengan demikian,  kajian  yang  dianggap  relevan  untuk  meneliti  kumpulan  puisi Aku  Ingin  Jadi  Peluru  karya  Wiji  Thukul  adalah  dengan  menggunakan pendekatan  resepsi  sastra.  Pendekatan  ini  untuk  mengetahui  bagaimana tanggapan pembaca mengenai kumpulan puisi ini. Dalam pandangan teori ini,  makna sebuah karya sastra tidak dapat dipahami melalui teks sastra itu sendiri, melainkan hanya dapat dipahami dalam  konteks  pemberian  makna  yang  dilakukan  oleh  pembaca.

B.  Perumusan Masalah
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang terarah maka diperlukan suatu perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.  Bagaimana  unsur  batin  dan  muatan  kritik  sosial  yang  terkandung  dalam kumpulan puisi Aku Ingin Jadi Peluru karya Wiji Thukul?
2.  Bagaimana  resepsi  masyarakat  terhadap  kumpulan  puisi  Aku  Ingin  Jadi Peluru karya Wiji Thukul?

C.  Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah:
1.  Untuk  mendeskripsikan  unsur  batin  dan  muatan  kritik  sosial  yang terkandung dalam  kumpulan  puisi  Aku  Ingin  Jadi  Peluru  karya  Wiji Thukul.
2.  Untuk  mendeskripsikan  resepsi masyarakat terhadap kumpulan puisi  Aku Ingin Jadi Peluru karya Wiji Thukul.

D.  Manfaat Penelitian
1.  Manfaat Teoretis
a.  Sebagai  sarana  kajian  peneliti  dalam  menerapkan  salah  satu pendekatan dalam karya sastra.
b. Hasil  penelitian  ini  dapat  bermanfaat  bagi  perkembanganperkembangan penerapan ranah ilmu sastra serta studi tentang sastra.
c.  Memperkaya  kajian  resepsi  sastra  khususnya  yang  berobjek  dalam kumpulan puisi Aku Ingin Jadi Peluru karya Wiji Thukul.
d.  Menambah  khasanah  pustaka  sastra  Indonesia  agar  nantinya  dapat digunakan sebagai sumber penelitian sastra selanjutnya.
2.  Manfaat Praktis
a.  Penulis
Membantu penulis  untuk  mengetahui  dan  memahami  unsur  batin puisi,  kritik  sosial  dan  kajian  resepsi  sastra  dalam  kumpulan  puisi  Aku Ingin Jadi Peluru karya Wiji Thukul. 
b.  Guru
Dapat  memperkaya  wawasan  tentang  pengajaran  sastra  dan diharapkan dapat membimbing siswanya untuk menganalisis puisi dengan pendekatan resepsi sastra.
c.  Siswa
Dapat  membantu  dalam  memahami  sekaligus  melakukan  praktek apresiasi  sastra  yang  ditugaskan  oleh  Guru  dan  mendapatkan  nilai-nilai positif  dari  karya  sastra  Indonesia,  khususnya  yang  bertemakan  kritik sosial.
d.  Masyarakat Umum
Dapat  memperoleh  gambaran  secara  rinci  dan  sistematis  baik secara kritis maupun  akademis tentang unsur batin puisi, kritik sosial dan resepsi  sastra  yang  terkandung  dalam  kumpulan  puisi  Aku  Ingin  Jadi Peluru  karya Wiji Thukul.
e.  Peneliti lain
Dapat digunakan  sebagai  titik  tolak  untuk  penelitian  sejenis  yang lebih mendalam dan luas.







BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A.  Kajian Pustaka
1.  Hakikat Puisi
Karya sastra disebut sebagai salah satu  media  untuk  menuangkan  ide  serta  gambaran  terhadap  hasil perenungan tentang hidup dan kehidupan pengarang.  Menurut  Burhan  Nurgiyantoro  (2005:  336),  karya  sastra  adalah karya estetis yang  memiliki fungsi untuk menghibur, memberi  kenikmatan emosional  dan  intelektual.  Sastra  lahir  oleh  dorongan  manusia  untuk mengungkapkan diri, tentang masalah manusia, kemanusiaan, dan semesta (Atar  Semi,  1993:  1).  Volf  (dalam  Henry  Guntur  Tarigan,  1993:  118)  berpendapat bahwa,  karya  sastra  adalah  sebuah  eksplorasi  atau  kronik  kehidupan direnungkan dan dilukiskan dalam bentuk tertentu,  yang berisi pengaruh, ikatan,  kehancuran,  atau  tercapainya  gerak-gerik  hasrat  manusia.  Artinya karya  sastra  dalam  pengertian  ini  merupakan  cerita  atau  lukisan  tentang kehidupan baik  fisik maupun psikis,  jasmani dan rohani.  Selanjutnya  hal senada juga  diungkapkan  oleh  Jacobson  (dalam  Zainudin  Fananie:  2002: 115), yang merumuskan bahwa, karya sastra adalah ungkapan yang terarah pada  ragam  yang  melahirkannya  atau  fungsi  puitik  memusatkan perhatiannya pada pesan dan demi pesan itu sendiri. Shahnon Ahmad (dalam Rachmat Djoko Pradopo, 2007:  7) menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu  berupa  emosi,  imajinas,  pemikiran,  ide,  nada,  irama,  kesan pancaindera,  susunan  kata,  kata  kiasan,  kepadatan,  dan  perasaan  yang
bercampur-baur. Berdasarkan  beberapa  pendapat  di atas,  dapat  peneliti  simpulkan
data yang muncul tentang puisi sebagai berikut:
1)  Puisi  merupakan  ungkapan  pemikiran  dan  perasaan  penyair  yang
                 bersifat imajinatif.
2)  Bahasa  yang  digunakan  dalam  puisi  bersifat  konotatif,  banyak
     menggunakan makna kiasan.
3)  Penyajian puisi serta dengan irama yang mendukungnya. Irama dalam
     puisi menimbulkan rasa tertentu dalam jiwa pembaca.
4)  Puisi diangkat dari kehidupan nyata di sekitar penyair yang kemudian
     diolah dalam dunia imajinasi penyair menjadi sebuah kefiktifan  yang
     bermakna. 

2.  Unsur-unsur Puisi
Herman  J.  Waluyo  (1987:  25)  menjelaskan  bahwa,  puisi  adalah sebuah  struktur  yang  terdiri  dari  unsur-unsur  yang  membangun.  Unsurunsur  tersebut  terdiri  dari  unsur  pembangun  dari  luar  (ekstrinsik)  dan unsur pembangun dari dalam (intrinsik).
1)  Unsur Ektrinsik
Rachmad Djoko Pradopo (2001: 62) menjelaskan unsur ekstrinsik adalah unsur luar yang membangun puisi, yakni:
a)  Biografi  pengarang,  adalah  penyair  dilihat  dari  perjalanan  hidup
     dan karya-karyanya.
b)  Latar  belakang  pengarang,  adalah  kenyataan-kenyataan  yang
     menjadi dasar atau pendorong penyair untuk berekspresi. 
c)  Latar  belakang  sosial  budaya,  adalah  kenyataan-kenyataan  sosial
     budaya  masyarakat  yang  ada  sebagai  background  munculnya karya.
2)  Unsur Intrinsik
a)  Diksi,  yaitu  pemilihan  kata-kata  yang  dilakukan  oleh  penyair
     dalam  puisinya. 
b)  Imaji,  yaitu  kata  atau  susunan  kata-kata  yang  dapat
     mengungkapkan  pengalaman  indrawi,  seperti  penglihatan,
                 pendengaran, dan perasaan.
c)  Kata konkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang
     memungkinkan  munculnya  imaji. 
d)  Bahasa  figuratif,  menyebabkan  puisi  menjadi  prismatis,  artinya
     memancarkan  banyak  makna  atau  kaya  akan  makna.





B. Landasan Teori
1.  Hakikat Resepsi Sastra
Pada  sekitar  akhir  tahun  70-an  model  pendekatan  dalam  kritik  sastra ikut  diramaikan  oleh  teori  estetika  resepsi  atau  dalam  posisinya  di  antara berbagai  macam  pendekatan  lain  dalam  analisis  teks  sastra  lebih  umum dikenal dengan istilah resepsi sastra. Ada dua tokoh yang pertama kali secara sistematis  dan  metodologik  merumuskan  model  pendekatan  ini,  yakni  Jauss dan  Iser,  keduanya  dari  Jerman.  Setelah  tulisan-tulisan  mereka  dikenal  oleh dunia,  mulailah  terlihat  bagaimana  model  analisis  teks  dan  teori-teori  sastra mendapatkan  kesegaran  dan  sudut  pandang  baru.  Pengaruh  paling  radikal setidaknya  terlihat  pada  sebuah  buku  yang  berjudul  Kritik  Sastra  Subjektif (David Bleich) yang dikomentari Selden sebagai sebuah argumen,  yang setuju pergeseran  paradigma  kritik  sastra  objektif  ke  kritik  yang  bersifat  subjektif.
 Poin paling penting dalam pendekatan resepsi sastra adalah bagaimana peran (setiap)  pembaca  dengan  segala  persamaan  dan  perbedaan  tipikalnya  dalam menafsirkan  teks  (sastra)  mulai  diperhitungkan.  Antara  Jauss  dan  Iser sebetulnya terdapat perbedaan konsepsi tentang analisis resepsi ini. Jauss lebih membicarakan  tentang  penerimaan  aktif,  membentuk  garis  kesinambungan sejarah penerimaan. Sedangkan Iser lebih menekankan model analisisnya pada kemampuan  (dan  penulis)  mempengaruhi  (penafsiran)  pembaca;  atau dirumuskan oleh Iser dengan konsep tentang efek. Jauss  sebetulnya  juga  telah  berusaha  menghindari  kesemerawutan identifikasi  pembaca  tersebut  dengan  memfokuskan  penelitiannya  padapenerimaan  yang bersifat aktif.  Begitupun Iser, ia mengemukakan  klasifikasi tentang  pembaca  dengan  membedakan  antara  pembaca  sebenarnya  (real reader)  dengan  pembaca  yang  disarankan  oleh  teks  (implied  reader).  Yang terakhir  dapat  kita  temui  pada  pembaca  ahli,  yang  bagaimanapun  dengan segala  keterbatasannya.  Sebab  seorang  ahli  melakukan  penafsiran  teks  telah dibekali  oleh seperangkat alat analisis. Tidak sekedar sudut pandang impresi dan  latar  belakang  subjeksinya.  Sehingga  dengan  itu  diharapkan  sudut pandang yang dihadirkan oleh teks,  barangkali untuk kali ini perlu dipisahkan dari “niat semula” pengarangnya dapat ditangkap dengan sebaik-baiknya. Sangidu (2004: 20) berpendapat bahwa,  teori resepsi sastra merupakan suatu  disiplin  yang  memandang  penting  peran  pembaca  dalam  memberikan makna  teks  sastra.
To  Thi  Anh  (dalam  Zainudin  Fananie,  2002: 76), menjelaskan bahwa pembaca merupakan sentral pencerahan nilai estetik, karena  kemampuan  manusia  seperti  dikatakan  Petrarka  adalah  pusat  segala sesuatu  yang  menandaskan  kemampuan  manusia  yang  kreatif,  rasional,  dan estetik. Suwardi  Endraswara  (2003:  118)  menyatakan  bahwa,  resepsi  sastra adalah pendekatan penelitian sastra yang tidak berpusat pada teks. Karena teks sastra  bukan  satu-satunya  obyek  penelitian,  pendekatan  ini  tidak  murni meneliti sastra. Resepsi sastra justru meneliti teks sastra dalam kaitan tertentu. Teks  sastra  diteliti  dalam  kaitannya  dengan  pengaruh,  yakni  berterimaan
pembaca. Oleh karena itu dasar pemikirannya adalah teks sastra ditulis untuk disajikan kepada sidang pembaca.
2.  Langkah-langkah Metode Resepsi Sastra
Berdasarkan  arah  penelitian  dapat  dikembangkan  dua  metode,  yaitu
diakronik dan sinkronik.
a)  Metode diakronik dikaji resepsi pembaca dari angkatan yang berturut-turut
     sesudah masa penerbitan suatu karya sastra.
b)  Metode  sinkronik  adalah  cara  penelitian  resepsi  terhadap  sebuah  karya
     sastra pada suatu masa (periode tertentu).
Atmazaki (1990: 72)  menjelaskan, akibat dari pembedaan penerimaan pembaca, baik pembaca sinkronis dan diakronis, makna karya sastra bukanlah sesuatu  yang  langgeng.  Perjalanan  sejarah  menyebabkan  pergeseran  nilainilai, pergeseran konvensi-konvensi estetika dan pergeseran-pergeseran sosial budaya. Semua ini menyebabkan pula pergeseran dalam karya sastra.Menurut Suwardi Endraswara (2003: 115)  sebagai penikmat, pembaca akan meresepsi dan sekaligus memberikan tanggapan tertentu terhadap karya sastra.  Sebagai  penyelamat,  pembaca  yang  menerima  kehadiran  sastra,  juga akan meresepsi dan selanjutnya melestarikan dengan cara mentranformasikan. Suatu  karya  sastra  dikatakan  mempunyai  makna  apabila  memiliki hubungan  dengan  pembaca.  Resepsi  sastra  memusatkan  perhatian  kepada hubungan antara teks dan pembaca.  Pembaca mengkonkretkan makna atau arti yang ada dari suatu (unsur dalam) teks (Umar Junus, 1985:99). Menurut  Suwardi  Endraswara  (2003:  121)  penelitian  resepsi  sastra adalah  telaah  sastra  yang  berhubungan  dengan  keberterimaan  pembaca. Resepsi pembaca menduduki peran amat penting. Asumsi dasar resepsi sastra adalah karya  sastra diciptakan untuk dibaca. Lebih lanjut Suwardi Endraswara menjelaskan bahwa, penelitian resepsi sastra merupakan kecenderungan ilmu sastra modern. Orientasi penelitian ini akan mengungkap:
a)  Apa yang dilakukan pembaca dengan karya sastra
b)  Apakah yang dilakukan karya sastra dengan pembacanya
c)  Apa tugas batas pembaca sebagai pemberi makna

3.  Kategori Pembaca Resepsi Sastra
Resepsi adalah  suatu  aliran  dalam  karya  sastra  yang  meneliti  teks  sastra  dengan bertumpu pada pembaca sebagai pemberi makna, kemudian pembaca tersebut memberikan reaksi positif maupun reaksi negatif. Dari  teori-teori  yang  ada,  peneliti  memilih  pendapat  dari  Kinayati Djoyosuroto  bahwa  pembaca  dalam  resepsi  sastra  itu  meliputi  (1)  pembaca biasa;  (2)  pembaca  ideal;  (3)  pembaca  eksplisit.  Hal  tersebut,  dikarenakan peneliti lebih mudah untuk menggolongkan ketiga ketegori pembaca tersebut.

4.  Hakikat Kritik Sosial
Kritik  sosial  terdiri  dari  dua  kata  yaitu  kritik dan  sosial.  Untuk  lebih mudah  dalam  memahaminya,  berikut  ini  akan  dibahas  asal  kedua  kata tersebut.
a.  Kritik
H.  B  Jassin  (1991:  97)  mengungkapkan  bahwa  kritik  adalah penerangan  dan  penghakiman.  Henry  Guntur  Tarigan  (1993:  188) mengatakan  bahwa  mengkritik  harus  dilakukan  dengan  teliti,  dengan perbandingan  yang  tepat,  serta  pertimbangan  yang  adil  terhadap  baik buruknya kualitas.
Dalam  mengkritik  keadaan  sosial  yang  kurang  berterima  dapat dilakukan  secara  terang-terangan  atau  tersamar.  Pengarang  melakukan kritikan  ini  dengan  berbagai  pertimbangan,  misalnya  untuk  menghindari hal-hal yang tidak diinginkan pengarang mengkritik dengan menggunakan perumpamaan.
b.  Sosial
Abdul Syani (dalam Kuncoro Hadi, 2009:434) menjelaskan bahwa istilah  sosial  dapat  diartikan  sebagai  hubungan  manusia  di  dalam masyarakat, yaitu berbagai masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat terutama dalam bidang kesejahteran.
Poerwadarminto (1986: 961) menjelaskan kata sosial berarti:
1)  Segala  sesuatu  mengenai  masyarakat  atau  kemasyarakatan  yang
     bertugas mengurus kesejahteraan dan kebaikan masyarakat.
2)  Sifat sosial berarti suka memperhatikan kepentingan umum.

c.  Kritik Sosial
Secara  sederhana,  kritik  sosial  merupakan  salah  satu  bentuk kepekaan sosial. Kritik sosial yang murni tidak didasarkan pada tanggung jawab  bahwa  manusia  bersama-sama  bertanggung  jawab  terhadap lingkungan  sosialnya.  Oleh  karena  itu,  kritik  sosial  mencakup  berbagai segi kehidupan baik politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Kritik sosial adalah sindiran, tanggapan, yang ditujukan pada suatu hak yang terjadi dalam masyarakat manakala terdapat sebuah konfrontasi dengan  realitas  berupa  kepincangan  atau  kebobrokan.  Kritik  sosial diangkat ketika kehidupan dinilai tidak selaras dan tidak harmonis, ketika masalah-masalah sosial tidak dapat diatasi dan perubahan sosial mengarah kepada  dampak-dampak  dalam  masyarakat.  Kritik  sosial  disampaikan secara  langsung  maupun  tidak  langsung.  Secara  tidak  langsung,  kritik sosial dapat disampaikan melalui media.
Menurut Herman J. Waluyo (1987: 119) kritik sosial adalah sebuah tema dalam karya sastra tentang adanya ketidakadilan dalam masyarakat, dengan  tujuan  untuk  mengetuk  nurani  pembaca  agar  keadilan  sosial ditegakkan  dan  diperjuangkan.  Kritik  sosial  adalah  sanggahan  terhadap hal-hal yang  dianggap menyalahi aturan, hukum dan tata nilai yang sudah menjadi  konvensi  umum.  Kritik  sosial  dalam  karya  sastra  adalah  sarana pengarang  untuk  menyampaikan  ketidakpuasannya  terhadap  sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi yang berbentuk sindiran, tanggapan,  sanggahan  terhadap  hal-hal  yang  dirasa  menyimpang, menyalahi aturan, hukum dan tata nilai.


















BAB III
METODE PENELITIAN
A.  Bentuk dan Strategi Penelitian
Bentuk  penelitian  ini  adalah  kualitatif  dengan  menggunakan  strategi deskriptif.  Dengan  pendekatan  resepsi  sastra,  peneliti  akan  mendeskripsikan hasil  penelitian  secara  sistematis,  faktual,  dan  aktual  mengenai  aspek-aspek kemasyarakatan  di  dalam  karya  sastra.  Hadari  Nawawi  (1990:  30) mengungkapkan  bahwa,  penelitian  deskriptif  adalah  suatu  masalah,  keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga mengungkap fakta.
B. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah sasaran yang akan diteliti yang tentu saja tidak terlepas dari masalah penelitian (Al-Ma’ruf, 2009: 10-11). Objek penelitian ini adalah Kritik Sosial dalam Kumpulan Puisi Aku Ingin jadi Peluru Karya Wiji Thukul berdasarkan Kajian Resepsi Sastra.
C.  Sumber Data
Sumber  data  utama  dalam  penelitian  kualitatif  ialah  kata-kata selebihnya  adalah  data  tambahan  seperti  dokumen  dan  lain-lain  (Lotland dalam Lexy J. Moleong, 2002:112).Sehubungan dalam penelitian ini, sumber data terdiri dari dua sumber yaitu sebagai berikut:
1.  Dokumen atau arsip
Dokumen  atau  arsip  dalam  penelitian  ini  berupa  buku  kumpulan puisi  Aku  Ingin  Jadi  Peluru  karya  Wiji  Thukul,  yang  diterbitkan  oleh Indonesiatera,  Magelang  tahun  2004  yang  memusatkan  pada  unsur batin dan  muatan kritik sosial yang terdapat dalam kumpulan puisi.
2.  Informan (nara sumber)
Informan  yaitu  seseorang  yang  dipandang  mengetahui permasalahan  yang  akan  dikaji  oleh  peneliti  dan  bersedia  untuk memberikan  informasi  kepada  peneliti.  Informan  dalam  penelitian  ini meliputi  seniman,  akademisi  dan  masyarakat  umum.  Untuk  menunjang kelengkapan penelitian  ini, digunakan  buku-buku,  makalah-makalah,  dan artikel-artikel  dari internet  yang berhubungan dengan penelitian ini.  Hasil wawancara  tersebut  akan  memberikan  informasi  yang  diperlukan. Informasi  tersebut  lebih  membantu  penulis  untuk  mendeskripsikan  data yang tidak ditemukan dalam sumber data yaitu dokumen.

3.  Transkrip wawancara
Transkrip wawancara dalam penelitian ini berupa daftar pertanyaan wawancara dari peneliti kepada nara sumber atau informan.

D.  Teknik Sampling
Teknik  sampling  atau  cuplikan  yang digunakan  dalam  penelitian ini  adalah  purposive  sampling,  artinya  sampel  dipilih  berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan objek formal penelitian yang dilakukan (Sangidu, 2004: 3). Peneliti menggunakan teknik ini untuk memilih dari 141 puisi  yang terdapat dalam kumpulan puisi berjudul  Aku Ingin Jadi Peluru  karya Wiji Thukul menjadi 11  puisi, dengan asumsi  ke 11  puisi  tersebut  memiliki  muatan  kritik  sosial  dari  keseluruhan  puisi tersebut.
Adapun  kumpulan  puisi  tersebut  adalah:  1)  Lingkungan  Kita  Si Mulut  Besar, 2)  Nyanyian  Akar  Rumput,  3)  Nyanyian  Abang  Becak,  4) Bunga Dan Tembok, 5) Peringatan, 6) Catatan, 7) Di  Tanah Ini Milikmu Cuma  Tanah  Air,  8)  Darman,  9)  Puisi  Menolak  Patuh,  10)  Tujuan  Kita Satu Ibu, 11) Balada Peluru.
 
E.  Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah-langkah yang ditempuh guna mendapatkan data  yang diperlukan. Adapun strategi pengumpulan data dalam penelitian  kualitatif  secara umum dapat dikelompokkan  ke dalam dua cara, yaitu metode atau teknik pengumpulan data yang bersifat interaktif dan non interaktif (Goetz dan Le Compete dalam Sutopo, 2002: 58) Sesuai bentuk pendekatan  kualitatif dan sumber data yang digunakan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1.  Analisis isi dokumen (Content Analysis Document)
Teknik  ini  dipilih  karena  data  yang  akan  dianalisis  berupa dokumen  atau  arsip  yaitu  kumpulan  puisi  Aku  Ingin  Jadi  Peluru    karya Wiji  Thukul.  Content  Analysis  Document  adalah  peneliti  bukan  sekedar mencatat isi  yang penting  yang tersurat dalam dokumen atau arsip, tetapi juga  maknanya  yang  tersirat  (Sotopo,  2002:  69-70). 
Langkah-langkah Content Analysis Document  adalah dengan cara:
a.  Membaca  dan  memahami  secara  cermat  data  serta  kalimat  yang
     mendukung penelitian.
b.  Mencari  dan  mengumpulkan  buku-buku  yang  relevan  dengan  objek
    dan tujuan penelitian.
c.  Melakukan  analisis  untuk  memperoleh  hasil  penelitian  dengan  dasar
    teori yang diperoleh.
d.  Menarik kesimpulan.
2.  Wawancara
Teknik  wawancara  adalah  teknik  yang  dilakukan  peneliti  dengan cara wawancara dengan beberapa responden.Teknik  ini digunakan untuk memperoleh data dari informan  tentang resepsi  pembacaterhadap  kumpulan puisi  Aku Ingin  Jadi Peluru  karya Wiji Thukul, serta sebagai  kroscek  dari  hasil  penelitian  yang  dilakukan  dengan  metode analisis  isi.  Hasil  wawancara  tersebut  akan  memberikan  informasi  yang diperlukan.  Informasi  tersebut  lebih  membantu  penulis  untuk mendeskripsikan data yang tidak ditemukan dalam sumber primer maupun dokumen-dokumen.
F.  Validitas Data
Validitas  data  merupakan  hal  yang  penting  dalam  sebuah  penelitian. Oleh  karena itu, untuk menjamin validitas data digunakan teknik triangulasi. Triangulasi  adalah  teknik  pemeriksaan  data  dengan  memanfaatkan  sesuatu yang  lain  di  luar  data  itu  untuk  keperluan  pengecekan  atau  perbandingan terhadap data lain, sehingga hal ini bisa  meningkatkan validitas datanya (Lexy J. Moleong, 2002: 178). Adapun  Triangulasi  yang  digunakan  adalah  triangulasi  teori. Triangulasi  teori  adalah  memeriksa  suatu  derajat  kepercayaan  suatu  fakta dengan  menggunakan  satu  atau  lebih  teori.  Triangulasi  teori  disebut  juga sebagai  penjelasan  banding  (rival  explanations).   Lexy  J.  Moleong  (2002: 179)  mengemukakan  bahwa  jika  analisis  telah  menguraikan  pola,  hubungan dan penjelasan  yang muncul dari analisis, maka  penting untuk mencari tema atau penjelasan pembanding atau penyaring. lii
G.  Teknik Analisis Data
Analisis  data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
ke  dalam  pola,  kategori,  dan  satuan  uraian  dasar  sehingga  dapat  ditemukan tema dan dapat dirumuskan hopotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong J. Lexy, 2002: 103). Teknik  analisis  data  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah
analisis interaktif yang mempunyai tiga komponen analisis  yaitu:
1.  Reduksi data (data reduction)
Merupakan  seleksi  pemfokusan,  penyederhanaan  dan  abstraksi  (kasar)  yang terdapat dalam field note (catatan lapangan).
2.  Penyajian data (data display)
Adalah  suatu  rakitan  organisasi  informasi  yang  memungkinkan  kesimpulan riset dapat dilakukan.

3.  Penarikan kesimpulan (conclusion drawing)
Dalam pengumpulan data peneliti harus mengerti apa arti dari hal-hal yang ia teliti  dengan  melakukan  pencatatan,  pengaturan,  pola  pertanyaan, konfigurasi yang mungkin, analisa akibat, dan proporsi-proporsi sehingga memudahkan dalam pengambilan kesimpulan. Aktivitas  dari  ketig a  komponen  analisis  tersebut  dilakukan  dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus. Dalam  penelitian  ini  tetap  bergerak  di  antara  komponen  selama  proses pengumpulan data langsung. Adapun langkah-langkah  yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.  Pengumpulan data
2.  Melakukan analisis awal bila sudah memperoleh data
3.  Melakukan  pendalaman  data  bila  ternyata  di  dalam  menganalisis  data,
     datanya kurang lengkap.


















DAFTAR PUSTAKA
Agus  Wibowo.  2008.  “Sastra(wan)  dan  Kritik  Sosial”.  Dalam  Jurnal  Nasional, Esai
Sastra.(http://Aguswibowo82.blogspot.com/2008/html).  Diakses  pada tanggal 2 April 2015 pukul  19.00 WIB.
Ahmad  Badrun.  1989.  Teori  Puisi.  Jakarta:  Departemen  Pendidikan  dan Kebudayaan.
Atar Semi. 1993. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.
Atmazaki.  1993.  Analisis  Sajak:  Teori,  Metodologi,  dan  Aplikasi.  Bandung: Angkasa.
H. B Jassin. 1991. Tifa Penyair dan Daerahnya. Jakarta: CV Haji Masagung.
Henry Guntur Tarigan. 1993. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Herman. J. Waluyo. 1987.  Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Moleong,  J  Lexy.  2002.  Metodologi  Penelitian Kualitatif.  Bandung:  PT  Remaja
Rosdakarya.
Nani Tuloli. 2000. Kajian Sastra. Gorontalo: Nurul Jannah.
Nyoman  Kutha  Ratna.  2004.  Teori,  Metode,  dan  Teknik  Penelitian  Sastra.
Yoyakarta: Pustaka Pelajar.
Poerwadarminto. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Sangidu.  2004.  Penelitian  Sastra:  Pendekatan,  Teori,  Metode,  Teknik  dan  Kiat.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sapardi Djoko Damono. 1984. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Teeuw, A. 2003. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum.
Tueti  Heraty.  2009.  “Estetika  Resepsi  Karya  Sastra  dan  Regulasi  Konstitusi”.
Dalam  (asianbrain@  PenulisLepas.com).  diakses  tanggal  3  April 2015
pukul 08.00 WIB. 
Yapi  Yoseph  Taum.  2006.  “Wiji  Thukul:  Setitik  Cahaya  Kebenaran”.  Dalam
(http://  endonesia/.  net/  articles.  php).  Diakses  tanggal  3  April  2015
pukul 19.00 WIB.

Komentar

Postingan Populer